Memang para
ulama berbeda pendapat tentang hal ini, namun jika diperhatikan lebih dalam
lagi ternyata mayoritas ulama justru mengharamkan seseorang menyentuh mushaf
al-Qur’an tanpa berwudhu. Bagaimana para ulama bisa berbeda pendapat ?
Ada
beberapa dalil yang tidak bisa dilepaskan dari pedebatan para
ulama terkait hal ini.
Dalil
yang pertama, firman
Allah SWT
Ù„َّا
ÙŠَÙ…َسُّÙ‡ُÛ¥ٓ Ø¥ِÙ„َّا ٱلْÙ…ُØ·َÙ‡َّرُونَ
tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang
disucikan. (QS. Al-Waqi’ah : 79)
Imam
al-Qurtubi dalam tafsir al-Jami’ li ahkamil Qur’an, yang lebih dikenal dengan
tafsir al-Qurthubi menjelaskan, “para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai
makna “la yamassuhu” (tidak menyentuhnya) , apakah ia bermakna menyentuh secara
hakiki dengan anggota badan, atau secara maknawi? Begitu pula para mufassir
berbeda pendapat tentang makana “al-Mutohharun” (orang-orang yang disucikan),
siapakah mereka itu?
Anas
dan sa’ad bin jubair mengatakan : tidaklah menyentuh kitab itu kecuali
orang-orang yang suci dari dosa, dan mereka itu adalah para malaikat. Begitu
pula pendapat Abul aliyah dan ibnu zaid : bahwa mereka itu adalah yang suci
dari dosa seperti para utusan dari kalangan malaikat dan utusan dari kalangan
manusia, maka Jibril yang turun dengan Kitab itu adalah suci, dan para rasul
yang menerimanya juga suci.
” Imam
Al-Qurthuby juga menyebut bahwa ini adalah pendapat Imam malik dimana ia
berkata: “ tafsiran terbaik yang kudengar terhadap ayat “ la yamusuhu….” Bahwa
yang dimaksud dengan “orang-orang suci” adalah para malaikat yang mereka
disifati suci di dalam surat abasa ayat 13 - 16.”
Selain
pendapat ini, Imam Al-Qurtubhy juga memaparkan pendapat lain bahwa yang
dimaksud dengan AL-Kitab dalam ayat itu adalah mushaf yang berada di tangan
kita sekarang. Dan menurutnya ini pendapat yang lebih rajih. Dengan
menghadirkan hadis yang diriwayatkan oleh imam malik dalam kitab muwatho’nya
diriwayatkan oleh amr bin hazm disebutkan : “ tidaklah menyentuh
Al-Qur’an kecuali ia suci”. Dikuatkan oleh hadits riwayat ibnu umar r.a bahwa
Rasul SAW bersabda: janganlah engkau menyentuh al-qur’an kecuali engkau suci”.
Begitu pula halnya dikuatkan pula dengan perkataan saudari umar bin khattab
sesaat menjelang keislamannya, ketika umar ingin membaca mushaf yang ada di
tangan saudarinya, maka saudarinya mengatakan, tidaklah yang menyentuh
al-qur’an ini kecuali orang-orang yang suci, maka umar pun segera mandi lalu
masuk islam.
Karena
inilah imam al-Qurthuby kemudian mengatakan, mayoritas ulama berpendapat haram
menyentuh mushaf tanpa berwudhu, dengan dalil hadits Amr bin hazm. Dan ini juga
pendapat beberapa tokoh dari kalangan sahabat serta tabi’in, diantaranya Ali,
Ibnu mas’ud, Sa’ad bin Abi waqas, sa’id bin zaid, ‘atho’, az-zuhri, an-Nakha’I,
dan juga merupakan pendapat imam Malik dan imam Asyafi’i. sedangkan ada riwayat
berbeda tentang pendapat abu hanifah terkait ini, ada riwayat menyatakan bahwa
abu hanifah tidak melarang menyentuh mushaf tanpa wudhu, karena ada beberapa
riwayat dari beberapa tokoh salaf yang berpendapat demikian, diantaranya, Ibnu
abbas, Asy-Sya’bi, dan ini juga merupakan pendapat mazhab dzahiri, yaitu imam
daud adz-dzahiri, dan ibnu hazm. Meski ada pula riwayat lain yang
menyatakan bahwa abu hanifah melarang menyentuh mushaf sebagaimana pendapat
jumhur.
Namun
meski mayoritas ulama tidak membolehkan menyentuh mushaf tanpa wudhu, sebagian
mereka mengecualikan dalam beberapa keadaan :
Pertama. Mazhab maliki membolehkan
menyentuh mushaf tanpa wudhu’ dalam keadaan berikut ini:
1.
Bila ditulis dengan bahasa selain bahasa arab (terjemah), apabila ditulis
dengan bahasa arab apapun jenisnya maka tidak boleh menyentuhnya.
2.
bila ayat-ayat al-Qur’an itu di cetak pada dirham atau dinar dan semisalnya
yang digunakan setiap hari oleh manusia, karena sulit untuk berlepas dari itu.
3.
yang membawanya adalah seorang guru atau murid, maka bagi mereka ini
diperbolehkan memegang mushaf tanpa berwudhu, bahkan meskipun gurunya adalah
seorang wanita yang sedang haid.
Adapun membaca al-Qur’an tanpa berwudhu maka
hal ini diperbolehkan namun yang lebih utama adalah membacanya dengan berwudhu.
Kedua, mazhab hanbali, mensyaratkan
seseorang boleh memegang alqur’an bila ia membawanya dengan sampul yang tidak
tersambung padanya. Seperti didalam kotak, atau kantong dsb. Bila melekat
sampul tersebut maka hukumnya tidak boleh.
Dan
bagi mazhab hambali wudhu merupakan syarat untuk bisa menyentuh mushaf, kecuali
seorang anak kecil maka tidak wajib ia berwudhu meski wali nya wajib
memerintahkannya untuk berwudhu bila ingin memegang mushaf.
Ketiga,
hanafiyah.
Mesyaratkan
1.
kedaaan darurat seperti khawatir mushafnya terbakar atau tenggelam dsb.
2.
bila mushafnya di dalam sampul yang terpisah darinya. Misalnya didalam kantong,
atau kotak dll. Adapun sampul yang melekat padanya maka tidak boleh memegangnya
tanpa berwudhu.
3.
bila yang menyentuhnya seorang yang belum baligh dengan tujuan belajar dsb.
Adapun orang yang baligh, meskipun ia seorang murid atau guru maka ia tetap
tidak boleh memegang al-quran kecuali dengan berwudhu’.
4.
boleh memegangnya seorang yang bukan muslim dengan syarat ia harus mandi
terlebih dahulu.
Namun
sebagian Para ulama ada pula yang berpendapat tidak mengapa menyentuh mushaf
tanpa berwudhu, dan menyatakan bahwa dalil ayat pada surat waqiah itu
tidak bisa dijadikan dalil larangan dalam menyentuh mushaf, sebab itu bukan
ayat yang menunjukkan larangan melainkan hanya sekedar informasi saja.
Inilah
penjelasan tentang hukum menyentuh mushaf tanpa berwudhu. Maka untuk
menghindari perbedaan para ulama alangkah baiknya bila kita hendak memegang
al-Qur’an kita berwudhu terlebih dahulu, atau dalam keadaan suci.
Karena selain permasalahan fiqh ada adab-adab terhadap al-Qur’an yang penting
pula untuk terus kita jaga. Semoga Allah SWT menjadikan kita termasuk kedalam
golongan orang-orang yang mencintai al-Qur’an. Wallahu a’lam.
Referensi
:
1. tafsir al-Qurthuby
2. fiqh sunnah jilid 1, sayid sabiq.
3. shahih fiqh sunnah jilid 1, syaikh abu
malik
4. fiqh islam wa adillatuhu jilid 1, syaikh
wahbah zuhaili.
5. fiqh ‘ala madzahibil arba’jilid 1, Syaikh
Abdurrahman al-Jaziri