Jawab :
Setiap pasangan pastilah berharap rumah tangganya
berjalan dengan tentram, diliputi Sakinah, mawaddah dan Rahmah. Namun hidup
berkeluarga selalu diuji dengan berbagai permasalahan, dan tak sedikit pasangan
yang tidak sabar dalam menghadapi permasalahan tersebut sehingga memutuskan
untuk berpisah.
Diantara dampak permasalahan dalam keluarga,
yaitu munculnya kebencian kepada pasangan. bila kebencian itu muncul pada diri
suami, maka ia punya hak untuk mentalak istri dengan ketentuan yang telah
diatur didalam Islam. Lalu bagaimana bila kebencian itu ada pada pihak istri,
padahal kita mengetahui bahwa istri tidak memiliki hak talak ?
Didalam Islam, istri juga memiliki hak untuk
mengakhiri ikatan sebagai suami istri, hak tersebut disebut Khulu’.
Khulu’ sedikit berbeda dengan talak, yaitu pada khulu, istri mengembalikan mahar atau memberikan iwadh (tebusan/pengganti) kepada suaminya. Adapun besarannya tergantung pada kesepakatan, hanya saja Sebagian ulama menyatakan suami tidak boleh menentukan iwad melebihi Mahar yang dulu pernah diberikan.
khulu’ diperbolehkan berlandaskan
pada hadits riwayat Al-Bukhari, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari Ibnu ‘Abbas
tentang kasus istri Tsabit bin Qais, yakni Ummu Habibah binti Sahl
al-Anshariyyah, yang mengadukan perihal suaminya kepada Rasulullah SAW:
فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ثَابِتُ بْنُ
قَيْسٍ مَا أَعْتِبُ فِي خُلْقٍ وَلَا دِينٍ وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي
الْإِسْلَامِ أَيْ: كُفْرَانَ النِّعْمَةِ فَقَالَ: أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ
حَدِيقَتَهُ قَالَتْ: نَعَمْ قَالَ: اقْبَلْ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا
تَطْلِيقَةً
“Istri Qais menyampaikan, ‘Wahai Rasulullah,
aku tak mencela perangai maupun agama Tsabit bin Qais, namun aku tidak mau
kufur dalam Islam.’ Maksudnya, kufur nikmat. Rasulullah SAW menjawab, ‘Apakah
engkau mau mengembalikan kebun dari Tsabit?’ Istri Qais menjawab, ‘Mau.’
Kemudian, beliau berkata kepada Tsabit, ‘Terimalah kebun itu lalu talaklah dia
dengan talak tebusan.’”
Dari hadis ini Sebagian ulama mengambil
kesimpulan bahwa ketidaksenangan istri kepada suami sudah cukup menjadi alasan
untuk terjadi khulu’. Sebagaimana perkataan imam syaukani yang dikutip oleh sayid
sabiq dalam fikih sunnah-nya “ imam syaukani berkata : secara Zahir, hadis
hadis yang mengupasa masalah khulu’ dapat dipahami bahwa Ketika istri merasa
tidak senang dengan suaminya dia berhak untuk mengajukan khulu’” (fikih sunnah jilid
4 hal 84)
Kesimpulannya, jika istri tidak senang atau
tidak ridha dengan akhlak suami yang sering melakukan dosa besar, apalagi sudah
berulang kali diingatkan, maka alasan itu lebih layak menjadi alasan
diajukannya khulu’. Wallahu a’lam