Hukum kurban menurut jumhur Ulama adalah sunnah, Sebagian mazhab syafi’I menyatakan hukumnya adalah sunnah muakkadah. Sedangkan mazhab Hanafi kurban hukumnya wajib bagi orang yang muqim dalam sebuah negeri dan memiliki harta senilai nishab zakat emas.

Meskipun menurut mayoritas ulama hukum kurban adalah sunnah, namun ia bisa menjadi wajib jika di niatkan sebagai nadzar. Artinya seseorang Ketika membeli hewan kurban kemudian ia berkata “wajib bagi saya untuk menjadikannya sebagai qurban” atau ia pernah bernazar “jika saya lulus maka saya akan berkurban” maka dengan ini hukum kurbannya menjadi wajib

Tetapi hanya sekedar membeli hewan untuk dikurbankan tidak otomatis menjadi wajib. Misalnya seorang membeli hewan mengatakan ‘saya mau beli kambing ini untuk berkurban” perkataan ini tidak langsung membuat kurbannya menjadi wajib, sebab masih ada kemungkinan yang ia maksud adalah menjadikannya qurban sunnah.

Jika telah jelas hewan tersebut adalah kurban wajib, maka yang berkurban tidak boleh memakan daging kurban tersebut, begitu pula keluarga yang menjadi tanggungannya.

Selain itu, daging kurban tersebut harus diberikan kepada fakir miskin, tidak boleh sebagai hadiah untuk orang kaya dll.

 

Referensi.

1. syaikh al hishni dalam kitab kifayatul akhyar hal 533

(وَلَا يَأْكُل المضحى شَيْئا من الْأُضْحِية الْمَنْذُورَة وَيَأْكُل من المتطوع بهَا وَلَا يَبِيع مِنْهَا)

الْأُضْحِية الْمَنْذُورَة تخرج من ملك النَّاذِر بِالنذرِ كَمَا لَو أعتق عبدا حَتَّى لَو أتلفهَا لزمَه ضَمَانهَا فَإِذا نحرها لزمَه التَّصَدُّق بلحمها فَلَو أَخّرهُ حَتَّى تلف لزمَه ضَمَانه وَلَا يجوز لَهُ أَن يَأْكُل مِنْهَا شَيْئا

(tidak boleh yang berkurban memakan sedikitpun daging hewan qurban nazar, dan boleh memakan daging qurban sunnah, tetapi tidak boleh menjualnya)

Qurban nazar mengeluarkan kepemilikan yang bernazar dengan nazarnya, sebagaimana seorang yang memerdekakan budak meskipun ia merusaknya maka wajib menggantinya. Jika hewan nazar tesebut disembelih maka wajib mensedekahkan dagingnya jika ia menundanya hingga rusak dagingnya makai a wajib mengganti daging tersebut, dan tidak boleh ia memakannya sedikitpun…

 

2. imam an-nawawi dalam Kitab al majmu’ jilid 8 hal 383

 

وَلَوْ اشْتَرَى بَدَنَةً أَوْ شَاةً تَصْلُحُ لِلتَّضْحِيَةِ بِنِيَّةِ التَّضْحِيَةِ أَوْ الْهَدْيِ لَمْ تَصِرْ بِمُجَرَّدِ الشِّرَاءِ ضَحِيَّةً وَلَا هَدْيًا هَذَا هُوَ الصَّوَابُ الَّذِي قَطَعَ بِهِ الْأَصْحَابُ فِي كُلِّ الطُّرُقِ

 

Jika seseorang membeli unta atau kambing yang layak menjadi kurban dengan niat untuk berkurban atau hadyu maka sekedar membelinya tidak langsung menjadikannya hewan kurban atau hadyu, inilah pendapat yang benar, merupakan pendapat ashab di berbagi jalur.