Pertanyaan :

Sahkah pernikahan Wanita yang hamil di luar nikah ?

 

Jawaban :

1. Hamil di luar nikah adalah merupakan dosa besar yang pelakunya harus bertaubat kepada Allah SWT. Namun bukan berarti seorang muslim boleh mengumbar aibnya bahkan justru seorang mukmin wajib menutup aibnya. Sebagaimana hadis Nabi SAW :

مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا, سَتَرَهُ اَللَّهُ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

“Barang siapa menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat” (HR Muslim).

2. Bila Wanita yang hamil tersebut dan lelaki yang menghamilinya bertaubat kepada Allah SWT, maka boleh keduanya menikah, dan pernikahannya sah menurut mazhab Syafi’i  dan mazhab Hanafi. sedangkan menurut mazhab Hanbali tidak sah. 

Penyebab perbedaan ini adalah menurut mazhab Hanbali, Wanita yang hamil tersebut berada dalam masa iddah, dan seorang tidak boleh menikah pada masa iddah. Hal ini berlandaskan firman Allah SWT dalam surat at-talaq ayat 4 : 

وَالّٰۤـِٔيْ يَىِٕسْنَ مِنَ الْمَحِيْضِ مِنْ نِّسَاۤىِٕكُمْ اِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلٰثَةُ اَشْهُرٍۙ وَّالّٰۤـِٔيْ لَمْ يَحِضْنَۗ وَاُولٰتُ الْاَحْمَالِ اَجَلُهُنَّ اَنْ يَّضَعْنَ حَمْلَهُنَّۗ وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ يُسْرًا

Perempuan-perempuan yang tidak mungkin haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah tiga bulan. Begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid (belum dewasa). Adapun perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka adalah sampai mereka melahirkan kandungannya. Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya. 

Namun, menurut mazhab syafi’I dan mazhab hanafi, masa iddah hanya dimiliki Wanita yang telah menikah, sedangkan Wanita yang hamil diluar nikah tidak berlaku padanya masa iddah, sebab salah satu tujuan dari iddah adalah untuk menjaga nasab, sedangkan orang yang hamil di luar nikah tidak terkait dengan nasab siapapun. Sehingga boleh saja menikahinya. Hanya saja, menurut mazhab Hanafi, meskipun nikahnya sah, tetap saja suaminya masih belum boleh berhubungan badan dengan istrinya sampai ia melahirkan. Sebab Rasulullah SAW bersabda :

لاَ يَحِل لاِمْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الآْخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ

“Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ia mengalirkan airnya pada “sawah orang lain”. (HR. abu daud)

Sedangkan mazhab Syafi’I membolehkan suami menggauli istrinya yang hamil, sebab pernikahannya telah sah.

Hal ini di jelaskan dalam kitab mausu’ah al kuwaitiyah jilid 29 hal 338-339 :

وَإِذَا تَزَوَّجَ الرَّجُل امْرَأَةً وَهِيَ حَامِلٌ مِنَ الزِّنَا جَازَ نِكَاحُهُ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ وَمُحَمَّدٍ، وَلَكِنْ لاَ يَجُوزُ وَطْؤُهَا حَتَّى تَضَعَ، لِئَلاَّ يَصِيرَ سَاقِيًا مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ، لِقَوْل الرَّسُول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَحِل لاِمْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الآْخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ (2) وَقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ (3) فَهَذَا دَلِيلٌ عَلَى امْتِنَاعِ وَطْئِهَا حَتَّى تَضَعَ حَمْلَهَا.خِلاَفًا لِلشَّافِعِيَّةِ الَّذِينَ يَقُولُونَ بِجَوَازِ النِّكَاحِ وَالْوَطْءِ لِلْحَامِل مِنْ زِنًا عَلَى الأَْصَحِّ،إِذْ لاَ حُرْمَةَ لَهُ

KESIMPULAN :

1. Pasangan yang berzina wajib bertaubat kepada Allah SWT dengan taubatan nasuha dan bertekad tidak mengulagi perbuatan itu lagi.

2. Wajib hukumnya bagi setiap mukmin untuk menutup aib saudaranya

3. Bila wanita yang hamil di luar nikah, memutuskan menikah dengan orang yang telah menghamilinya maka hukum pernikahannya sah menurut mazhab Syafi’I, dan suaminya boleh ber-jima’ dengan istrinya yang sedang hamil itu.

 

Wallahu a’lam bish showab